Selasa, 05 Juli 2011
Es ~2
Selama beberapa menit badanku telungkup di atas tanah, entah harus melakukan apa
Lelah, tubuh ini serasa mati
Otak menghentikan kerja impuls sehingga aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi
Kerongkongan ini melemahkanku, mengalahkanku, membunuhku
Kau curang, kerongkongan !
Mengapa kau tak bisa menerima air liurku? setidaknya itu masih membuatmu basah !
Mengapa kau tak bisa menungguku untuk menyelesaikan perjalanan ini? setelah itu aku akan memberikanmu minuman dingin bertaraf kerajaan semau yang kau suka, sampai kau puas, sampai kau tak berdaya dan tak mampu lagi untuk meminumnya !
Tolong, kerongkongan mengertilah sedikit terhadap keadaanku !
Jangan seenaknya kau paksa diriku untuk menuruti semua keinginanmu !
Rontaku terus dalam hati tanpa mengeluarkan sedikitpun kata dari mulut manisku
Ah percuma, percuma aku mencoba menghitung jumlah butir tanah, percuma aku memarahi benda abstrak itu!
Toh dia tidak akan menggubris keinginan hati ini
Aku menyerah pada keadaan, menyerah karena kemenangan tidak jatuh kepadaku
Aku pun menunggu lagi
Menunggu beberapa menit yang sungguh tidak berguna
Menunggu dalam kediaman diri yang tidak berdaya
Menunggu
Ah aku tidak tahan
Akhirnya aku mencoba mengangkat kepalaku yang seperti besi ini
Kutengok jauh ke depan
Bagaikan sebuah fatamorgana di padang pasir
Fatamorgana seperti yang pernah muncul dalam kisah arabian night di film kartun doraemon
Terlihat balok es berdiri megah tepat di hadapanku, di bawah naungan pohon yang teduh
Balok es yang keliatan, oh mungkin sebenarnya dapat menyejukkan kerongkonganku yang penuh keluhan ini
Balok es yang dialiri titik es yang jatuh perlahan-lahan ke tanah itu membuat kerongkongan ini kian meronta dan menarik diriku agar mendekati sang pujaan hatinya itu
Tetapi, otakku berusaha berkelit dari kenyataan yang ada di depan mata itu
"Ah mungkin aku hanya berfantasi atau mungkin mataku sedang mengalami gangguan karena kerja otakku yang sedang tidak beres"
Mataku mulai mengerjap ngerjap untuk memastikan kilauan yang sekarang ada di hadapanku
Tetapi, sekali lagi otak ini berusaha berkelit dari bantuan yang diturunkan Tuhan kepadanya
Lelah, tubuh ini serasa mati
Otak menghentikan kerja impuls sehingga aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi
Kerongkongan ini melemahkanku, mengalahkanku, membunuhku
Kau curang, kerongkongan !
Mengapa kau tak bisa menerima air liurku? setidaknya itu masih membuatmu basah !
Mengapa kau tak bisa menungguku untuk menyelesaikan perjalanan ini? setelah itu aku akan memberikanmu minuman dingin bertaraf kerajaan semau yang kau suka, sampai kau puas, sampai kau tak berdaya dan tak mampu lagi untuk meminumnya !
Tolong, kerongkongan mengertilah sedikit terhadap keadaanku !
Jangan seenaknya kau paksa diriku untuk menuruti semua keinginanmu !
Rontaku terus dalam hati tanpa mengeluarkan sedikitpun kata dari mulut manisku
Ah percuma, percuma aku mencoba menghitung jumlah butir tanah, percuma aku memarahi benda abstrak itu!
Toh dia tidak akan menggubris keinginan hati ini
Aku menyerah pada keadaan, menyerah karena kemenangan tidak jatuh kepadaku
Aku pun menunggu lagi
Menunggu beberapa menit yang sungguh tidak berguna
Menunggu dalam kediaman diri yang tidak berdaya
Menunggu
Ah aku tidak tahan
Akhirnya aku mencoba mengangkat kepalaku yang seperti besi ini
Kutengok jauh ke depan
Bagaikan sebuah fatamorgana di padang pasir
Fatamorgana seperti yang pernah muncul dalam kisah arabian night di film kartun doraemon
Terlihat balok es berdiri megah tepat di hadapanku, di bawah naungan pohon yang teduh
Balok es yang keliatan, oh mungkin sebenarnya dapat menyejukkan kerongkonganku yang penuh keluhan ini
Balok es yang dialiri titik es yang jatuh perlahan-lahan ke tanah itu membuat kerongkongan ini kian meronta dan menarik diriku agar mendekati sang pujaan hatinya itu
Tetapi, otakku berusaha berkelit dari kenyataan yang ada di depan mata itu
"Ah mungkin aku hanya berfantasi atau mungkin mataku sedang mengalami gangguan karena kerja otakku yang sedang tidak beres"
Mataku mulai mengerjap ngerjap untuk memastikan kilauan yang sekarang ada di hadapanku
Tetapi, sekali lagi otak ini berusaha berkelit dari bantuan yang diturunkan Tuhan kepadanya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar